Kolomkhusus.com – Acara diskusi yang diadakan oleh Forum Tanah Air (FTA) Diaspora pada Sabtu, 28 September 2024 di Grand Kemang, Jakarta, mendadak ricuh setelah diduga dibubarkan oleh sekelompok preman bayaran tak dikenal.
FTA adalah forum pikiran dan diskusi politik kebangsaan yang merdeka dan tidak terafiliasi pada partai, LSM dan tokoh tertentu.
Pengamat politik dan akademisi, Rocky Gerung, menyatakan keprihatinannya atas insiden yang telah dilakukan oleh preman bayaran tersebut, menekankan bahwa tindakan itu adalah bentuk teror terhadap kebebasan berfikir.
Dalam pandangannya itu, Rocky mempertanyakan alasan di balik semua penghalangan diskusi yang bersifat akademis dan bertujuan untuk memperkuat konsolidasi pemikiran antar sesama warga negara Indonesia.
Ia menekankan pentingnya kebebasan berpikir dan berpendapat sebagai bagian dari demokrasi yang sehat, serta menyayangkan tindakan teror terhadap pikiran di era modern ini.
Diskusi yang dihadiri juga para akademisi dan tokoh nasional ini diserang dan diobrak-abrik sebelum acara sempat dimulai. Sejak pukul 9 pagi puluhan perusuh sudah berorasi di depan hotel dan menuntut diskusi dibubarkan.
Sekitar pukul 10 pagi mereka masuk ke ruang ballroom tempat diskusi akan berlangsung.
Mereka dengan garang dan berteriak mengancam supaya acara dibubarkan sambil mencabut backdrop dan banner lainnya, merusak layar infokus, kursi, mikrofon, kamera dan lainnya.
Para tokoh yang hadir tetap tenang dan tidak terpancing aksi perusuh. Mereka menyayangkan jelang peralihan kekuasaan justru dinodai dengan peristiwa yang merusak proses demokrasi. Tokoh nasional yang hadir adalah Prof Din Syamsuddin, sejarahwan Dr Batara Hutagalung, mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko, Brigjen (Purn) Hidayat Poernomo, Dr. Said Didu, mantan Menag dan Wakil Panglima TNI Jend (purn) Fachrurozi, Dr. Refli Harun, Dr Syafril Sofyan, Dr. Abraham Samad, Prof Chusnul Mar’iyah, Dr. Rizal Fadhilah (tokoh Jabar) , advokat Aziz Januar SH, serta Merry, S.Ag.
“Ini kejahatan demokrasi dan anarkisme. Ini menganggu kehidupan kebangsaan kita. Polisi tidak berfungsi sebagai pelindung dan pengayom rakyat, mereka diam saja. Saya protes keras terhadap polisi yang berdiam diri pada spanduk pendemo, mereka tulis Din Syamsuddin pemecah belah rakyat, padahal saya adalah tokoh pemersatu bangsa,” kata intelektual muslim Din Syamsuddin.
Mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko mengatakan, “Demokrasi apa yang sedang terjadi di Indonesia ini? Terlihat pemerintah tidak hadir, contohnya pagi ini ada penyerangan secara barbar, dan apakah polisi bisa menangkap mereka? Saya tunggu polisi mengusut kelakuan brutal tadi, karena ada tiga orang satpam juga dipukuli (oleh perusuh).”